-->

No Work, No Pay Dan Virus Customer Trust (Perspektif Keadilan dan Solusi)


Perkasa Online   - Akhir akhir ini saya banyak ditanya untuk 2 hal berikut, selama masa PSBB.
Pertama soal ketenagakerjaan terkait seputar maraknya keinginan atau ide penerapan asas,  No Work No Pay, pemotongan upah, pembayaran upah yang ditahan atau di cicil atau kemungkinan PHK.
Kedua soal "LOCKDOWN" masjid.
Bagaimana aspek hukum terkait persoalan persoalan tersebut?

Edisi ini saya bahas ringkas  tentang ketenagakerjaan terkait penerapan asas no work no pay dan aspek terkait.

Bila kita telusuri Prinsip No Work No Pay itu prinsip 'keadilan" yang di tinggalkan PP 8 / 81 tentang perlindungan Upah. Apa alasan filosofisnya? Ya, karena prinsip hubungan kerja itu di dasarkan pada dua hal dasar yakni perintah dan upah.
Hilangnya order (pekerjaan) bukan saja hanya dimaknai kerugian bagi pekerja justru pengusahalah yang pertama kali mengalami kehilangan pekerjaan memang sekaligus akan ada potensi kehilangan pekerjaan bagi pekerja.  Kehilangan pekerjaan (order) tentu pasti akan diikuti hilangnya perintah bahkan ada potensi hilangnya upah bagi pekerja jika siklus ini terjadi maka banyak resiko lain muncul. Hilangan perintah itu menyebabkan salah satu dari dua aspek hubungan kerja hilang. Kehilangan salah satu aspek hubungan kerja membawa implikasi lain.

Pertama, terkait hak. Kedua terkait kewajiban. Ketiga, terkait "kedudukan" hubungan kerja. Tidak bisa di pungkiri pengusaha butuh pekerja,  pekerja juga butuh pekerjaan.
Dalam konteks ini ada keseimbangan hubungan kerja walau ada pada kedudukan yang berbeda, pengusaha sebagai pemberi kerja dan pekerja sebagai penerima kerja.
Menggunakan istilah yang terakhir ini maka akan melahirkan hubungan kerja tidak berimbang. Maka pekerja akan berada pada posisi tak setara maka pantas lahir istilah buruh dan majikan.

Menggunakan istilah pekerja dan pengusaha jauh lebih soft agar ada kesetaraan dalam penentuan hak dan kewajiban dalam proses pembuatan kesepakatan kerja bersama. Namun demikian makna pemberi kerja dan penerima kerja itu tetap menempel, maka tidak heran pula muncul esensi, ada PHK atas kehendak Pengusaha namun ada PHK atas kehendak Pekerja Dan PHK atas kesepakatan bersama.

Tidak ada istilah PHK sepihak,  itu salah kaprah. Kapan PHK sepihak terjadi? Jika Perjanjian Kerja Bersama yang telah disepakati dilanggar oleh pekerja. Jadi bukan pengusaha yang melakukan PHK tetapi perjanjian yang disepakati itu yang menyatakan demikian.

Apakah Perjanjian Kerja Bersama itu jika terjadi pelanggaran oleh pengusaha maka pekerja melakukan PHK terhadap Pengusaha atau di anggap sebagai perbuatan wanprestasi?

Nah disinilah sesungguhnya esensinya bahwa selamanya pengusaha tetap sebagai pemberi kerja dan pekerja kedudukannya tetap sebagai penerina kerja. Kasus ketenagakerjaan yang masuk melalui jalur gugatan wanprestasi hampir seluruhnya terjaring oleh kompetensi absolut. Nah apakah dalam hal ini berarti suatu kebuntuan bagi pekerja.?

Lahirnya Undang Undang Serikat Pekerja No 21 tahun 2000 sangat menguntungkan pekerja. Jika para pekerja memahaminya dengan baik. Salah satu yang luar biasa mereka bisa memperjuangkan anggotanya dalam kepemilikan saham. Elit buruh sebaiknya fokus pada doktrin ini dengan meredefinisikan doktrin pasal 27 UU Serikat yang menjadi pusat permusuhan dan saya tidak menggunakan istilah perselisihan. Ini penting agar semua pihak bisa bertahan pada situasi sulit.

Kepemilikan saham itu adalah "investasi" terbaik. Antara lain agar hubungan kerja itu berimbang dan harmonis. Dalam investasi ada lingkaran bisnis yang routenya berlika liku dan rumit. Disini lah para pekerja butuh doktrin mindset bisnis.

Saya sering ajarkan mindset ini,  level boleh operator tapi mindset harus owner. Jika demikian maka pahami soal bisins proses, mengerti babak belurnya meyakinkan pemberi pinjaman, tidak nyeyaknya tidur karena memikirkan bunga bank.

Kembali pada soal No work No Pay…
No work no pay sesungguhnya salah satu emergency exit ditengah extra ordinary situation. Lebih ringan dari pada ide PHK. Bagi pekerja PHK adalah bencana dan awal masalah dirumah tangganya. Diperusahaan yang tidak cukup kuat jaringan bisnis pilihan terakhir cenderung menjadi pilihan utama. 

Yang saya bahas di atas sesungguhnya sebagian solusi atas polemik pemberlakuan asas no work no pay. Dengan kata lain maka apapun kondisi perusahaan atas situasi terburuk apapun maka hubungan itu tetap harmonis karena ringan sama di jinjing berat sama di pikul. Dalam menjinjing dan memikul tidak boleh dipahami sebagai sama rata sama rasa. Itu doktrin sosialis. Tetapi tetap proporsional.


Pasal 93, Undang undang nomor 13 tahun 2003 cukup jelas syarat dan kriteria terkait potong memotong upah ini yang bersumber dari prinsip no work no pay. Atas kondisi sekarang pasal 93 f itu menjadi relevan penerapannya.
Frasa "yang tidak dapat dihindari pengusaha" adalah roh dari force majeur. Force majeur dapat menghilangkan kewajiban atau menunda kewajiban.
Para CEO di klien saya diskusinya selalu saya arahkan pada roh win win solution untuk tetap survive bersama itu lebih elegan dan menyelamatkan kedua belah pihak.
Saya sering ilustrasikan dalam satu keluarga. Untuk ada makanan ayah tetap harus  menunjukan bahwa kompor itu nyala walau yang direbus itu air dan telur. Intinya kita akan makan. Tapi ayah tak akan cerita telur itu hasil bon dari warung. Anak anak durhaka memaksa ayahnya menyajikan menu empat sehat lima sempurna. Anak-anak  soleh mengerti untuk sementara makan telur tanpa nasi.
Ayah yang bijak juga menunjukan bahwa saat mampu maka tunjukan makan nasi plus sayur syukur-syukur tambah susu dan kurma.  Walau belum empat sehat lima sempurna. Ujian pengusaha ada pada persaingan bisnis dan adu harga dengan kompetitor jika tidak efisien maka siap-siap menuju kuburan. Tapi pekerja juga punya "ujian" sendiri. Ujian beratnya pada ingin jabatan, tahta dan quota, penyakit tambahannya konsumptif. Nafsu besar tenaga kurang. Penghasilan kecil cicil motor besar.

Saya dan para CEO dan teman teman serikat menemukan solusi hebat, yaitu membangun mindset lebih makan singkong benaran dari pada makan roti tapi mimpi.
Kencangkan ikat pinggang biar dapat bertahan bersama. Jika nasi dan telur sementara ini bisa membuat kita hidup maka kenapa harus 4 sehat 6 sempurna yang ke 6 bukan susu tapi quota.

Saya telah memfasilitasi pekerja dan pengusaha di klien klien saya pemotongan upah itu tidak dilakukan tetapi kita akan tiadakan anggaran lain itu salah satu alternatif tapi ada kemungkinan pagar rumah dan panci pemasak telur itu bisa hilang.  Sejalan dalam makna ilustrasi itu, maka kita akan tetap makan tapi minus susu bahkan air, seret sedikit tapi kita masih bisa kesawah  agar bisa macul

No work No Pay.? Noodong .?
Berkah bersama agar si uni masih bisa masak dan si buyung masih bermain petak umpet.
Tetap bersyukur, jauhi sikap boros,  ketika banyak barang reject maka yang kaya tukang besi tua dan performa perusahaan turun. Ada resiko besar yang mengancam yakni costumer trust. Itu virus mematikan usaha seperti covid 19.

Apa kesimpulan tulisan ini ?Bicarakan dengan baik agar bisa berlayar semua slot deposit pulsa dalam satu perahu.

Bencana non alam ini luar biasa pada gilirannya, tanpaknya negara harus hadir kelak   untuk menjadi wasit yang jujur dan adil sehingga antara Ayah dan Anak ini dapat rukun kembali dan hidup .
 
Salam Hangat NKRI
Salam Fastabiqul Khairaat

Salahudin Gaffar
Beberapa Komonitas Memberikan Brand ini, Pakar Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial😊😊.

1 Response to "No Work, No Pay Dan Virus Customer Trust (Perspektif Keadilan dan Solusi)"

  1. So it's fascinating and incredibly great created and find out exactly what these people consider others. www.ctfoleads.com

    ReplyDelete